Rabu, 02 Maret 2016

Analisis Undang-Undang nomor 30 tahun 1999 : Pasal 1 sampai pasal 16



Analisis Undang-Undang nomor 30 tahun 1999 : Pasal 1 sampai pasal 16

 Sengketa di era global ini menjadi trend yang cukup menarik untuk dibahas. Permasalahan yang timbul di dalamnya pun menjadi lebih beragam. Begitupun alur penyelesaiannya. Penyelesaian sengketa bisa melalui dua jalur, yang pertama jalur pengadilan (liitigasi) dan yang kedua jalur di luar pengadilan (non litigasi). Terdapat beberapa cara penyelesaian dalam nonlitigasi, salah satunya adalah arbitrase.
Arbitrase adalah cara penyelesaian sengkrta perdata diluar pengadilan umum yang di dasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak. Hal ini terdapat dalam undang-undang  no.30 tahun 1999.

BAB I KETENTUAM UMUM
Pasal 1; cukup jelas yaitu mengenai  pengertian arbitrase serta pihak- pihak dan lembaga yang terkait dengan arbitrase secara rinci.
Pasal 2; undang-undang ini mengatur penyelesaian sengketa yang terjadi di antara dua pihak dalam suatu perjanjian arbitrase dan  secara sepakat menyatakan bahwa semua sengketa yang muncul atau mungkin muncul dari perjanjian arbitrase akan diselesaikan dengan cara alternative yaitu dengan cara arbitrase.
Pasal 3; Pengadilan Negeri tidak mempunyai kekuasaan untuk mengadili sengketa pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase. 
Pasal 4; adanya kesepakatan  para pihak mengenai  penyelesaian  sengketa yang timbul akan di selesaikan melalui arbitrase dan keputusan mengenai  pemberian hak dan kewajiban di serahkan kepada arbiter (jika hal ini tidakdi atur dalam perjanjian pokok) , kesepakatan ini di muat dalam suatu dokumen dan di tandatangani kedua belah pihak. 
Pasal 5; sengketa yang dapat di selesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang ada dimiliki oleh pihak bersengketa .
BAB II ALTERNATIVE PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 6; sengketa beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif  penyelesaian sengketa di dasarkan pada itikat baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri. Maksudya dengan jalan Arbitrase dianggap lebih cepat dan tepat, mengurangi biaya dan waktu serta menjaga kebersamaan karena penyelesaian di Pengadilan Negeri cenderung rumit serta membutuhkan biaya dan waktu lebih banyak. dalam jalur arbitrase penyelesaian hanya memerlukan waktu paling lama 14 hari yang diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh para pihak bersengketa dan kesepakatan di tuangkan dalam kesepakatan tertulis, apabila dalam waktu 14 hari tidak berhasil mencapai titik sepakat maka para pihak dapat menghubungi lembaga arbitrase untuk menunjuk seorang mediator.
BAB III SYARAT ARBITRASE, PENGANGKATAN ARBITER, DAN HAK INGKAR
Bagian Pertama
Syarat Arbitrase
Pasal 7; terjadinya sengketa adalah adanya kehendak dari para pihak (yang bersengketa) untuk meyelesaikan setiap perbedaan pendapat, perselisihan maupun sengketa yang terjadi diantara mereka melalui pranata arbitrase, diluar pranata peradilan yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa.

Pasal 8; ayat 1 menjelaskan bahwa jika Penyelesaian Arbitrase disetujui sebelum terjadinya sengketa maka pemohon harus menyampaikan Pemberitahuan Permohonan melalui: surat tercatat, telegram, teleks, faksimili, email, atau buku ekspedisi kepada termohon bahwa syarat arbitrase yang diadakan pemohon dan termohon termohon berlaku. Pasal 8 ayat 2 menjelaskan bahwa Isi Pemberitahuan Permohonan, yaitu:
a.    nama dana alamat para pihak,
b.   penunjukan kepada perjanjian arbitrase yang jadi sengketa,
c.    perjanjian atau masalah yang jadi sengketa,
d.   dasar tuntunan dan jumlah yang dituntut,
e.    cara penyelesaian yang dikehendaki,
f.     perjanjian yang diadakan para pihak mengenai jumlah arbiter atau usul tentang jumlah arbiter yang dikehendaki dalam jumlah ganjil.

Pasal 9; ayat 1 mejelaskan bahwa jika memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase setelah sengketa terjadi, maka harus membuat suatu perjanjian yang ditandatangani oleh para pihak. Pasal 9 ayat 2 menjelaskan perjanjian tertulis tersebut harus dibuat dalam bentuk akta notaris. Pasal 9 ayat 3 menjelaskan bahwa jika Penyelesaian Arbitrase disetujui oleh para pihak setelah terjadi sengketa maka Isi Perjanjian Tertulis tersebut harus memuat:
a.    masalah yang dipersengketakan;
b.   nama lengkap dan tempat tinggal para pihak;
c.    nama lengkap dan tempat tinggal arbiter atau majelis arbitrase;
d.   tempat arbiter atau majelis arbitrase akan mengambil keputusan;
e.    nama lengkap sekretaris;
f.     jangka waktu penyelesaian sengketa;
g.    pernyataan kesediaan dari arbiter; dan
h.   pernyataan kesediaan dari pihak yang bersengketa untuk menanggung segala biaya yang diperlukan untuk penyelesaian sengketa melalui arbitrase.
Pasal 9 ayat 4 menjelaskan bahwa jika Perjanjian Tertulis tidak memuat Isi seperti ayat 3 maka Perjanjian Batal Demi Hukum.

Pasal 10; menjelaskan bahwa suatu Perjanjian Arbitrase tidak menjadi batal yang disebabkan oleh keadaan, yaitu:
a.    meninggalnya salah satu pihak;
b.   bangkrutnya salah satu pihak;
c.    novasi;
d.   insolvensi salah satu pihak;
e.    pewarisan;
f.     berlakunya syarat-syarat hapusnya perikatan pokok;
g.    bilamana pelaksanaan perjanjian tsb dialih tugaskan pada pihak ketiga dengan persetujuan pihak yang
h.   melakukan perjanjian arbitrase tsb; atau
i.     berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok.

Pasal 11; ayat 1 menjelaskan bahwa para pihak tidak berhak mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat ke Pengadilan Negeri. Pasal 11 ayat 2 menjelaskan bahwa Pengadilan Negeri wajib menolak atau tidak akan ikut campur tangan di dalam suatu Penyelesaian sengketa.

Bagian Kedua
Syarat Pengangkatan Arbiter
Pasal 12; ayat 1 menjelaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi  sebagai pengangkatan arbiter. Pasal 12 ayat 2 menjelaskan bahwasanya Hakim, jaksa, panitera dan pejabat peradilan tidak dapat ditunjuk atau diangkat sebagai arbiter.
Pasal 13; ayat 1 menjelaskan bahwa Seorang arbiter dipilih sendiri oleh para pihak yang akan melakukan penyelesaian melalui arbitrase, apabila para pihak tersebut kesulitan dalam memilih seorang arbiter maka Ketua Pengadilan Negeri dapat menunjuk seorang arbiter atau majelis arbiter. Pasal 12 ayat 2 menjelaskan bahwa  Arbitrase yang dibentuk khusus untuk menyelesaikan atau memutus perselisihan tertentu.
Pasal 14; sengketa yang timbul akan diperiksa dan diputus oleh arbiter tunggal, Pemohon harus mengusulkan kepada pihak termohon nama orang yang dapat diangkatsebagai arbiter tunggal. Apabila para pihak tidak berhasil menentukan arbiter tunggal atas permohonan dari salah satu pihak, maka Ketua Pengadilan Negeri dapat mengangkat arbiter tunggal.
Pasal 15; menjelaskan bahwa penunjukan 2 orang arbiter oleh para pihak memberikan wewenang untuk memilih dan menunjuk arbiter yang ketiga sebagai ketua majelis arbitrase. Namun apabila dalam waktu paling lama 14 hari setelah arbiter yang terakhir ditunjuk, atas permohonan salah satu pihak, maka Ketua Pengadilan Negeri dapat mengangkat arbiter ketiga dan terhadap pengangkatan arbiter tersebut tidak dapat diajukan upaya pembatalan.
Pasal 16; menjelaskan bahwa seorang yang ditunjuk atau diangkat sebagai arbiter dapat menerima atau menolak penunjukan atau pengangkatan tersebut. Penerimaan atau penolakan tersebut harus diberitahukan secara tertulis kepada para pihak dalam waktu paling lama empat belas hari terhitung sejak tanggal penunjukan atau pengangkatan.

Kesimpulan :
Pasal 1 sampai 5 membahas mengenai ketentuan umum serta pengertian dari arbitrase
Pasal 6 membahas mengenai alternative penyelesaian sengketa
Pasal 7 sampai pasal 11 menjelaskan tentang syarat arbitrase
Pasal 12 sampai pasal 16 menjelaskan tentang syarat pengangkatan arbiter


1 komentar:

  1. saya ingin menanyakan mengenai pasal 7 mensyaratkan penyelesaian sengketa harus dibuat secara tertulis "agar final dan mengikat bagi para pihak untuk dilaksanakan dengan iktikad baik, serta wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan. Apa yang dimaksud dengan final dan mengikat dalam ketentuan tersebut diatas ? dan mohon dijelaskan secara rinci mengenai redaksi pada pasal 7 tersebut.. terimakasih...

    BalasHapus