Selasa, 27 Oktober 2015

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERKAIT PELAYANAN JASA TRANSPORTASI BUS

MAKALAH
“PERLINDUNGAN KONSUMEN TERKAIT PELAYANAN JASA TRANSPORTASI BUS”
Disusun Untuk  Memenuhi Tugas Mata Kuliah :
“Hukum Perlindungan Konsumen”
Dosen Pengampu :
Dr. Zulfatun Nikmah, M.Ag
 







Oleh :

1.      Amir Fatah                                          2821133001
2.      Hanni’ Sunnatul Khusna                     2821133006
3.      Muhamad Muksin                               2821133010
4.      Rina Kusfia Ningrum                          2821133015

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH DAN ILMU HUKUM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI  (IAIN)
TULUNGAGUNG
2015


KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmad serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Tak lupa sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah menuntun kita dari zaman jahiliyah menuju zaman Islamiyah yang terang benderang ini.
Ucapan terimakasih tak lupa penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah ikut membantu dalam terselesaikannya makalah ini, antara lain:
1.    Dr. Zulfatun Nikmah M.Ag., selaku dosen Hukum Perlindungan Konsumen yang telah memberikan penjelasan dan petunjuk terkait pembuatan makalah ini.
2.    Kedua orang tua penulis yang telah membantu penulis baik dalam sumbangan secara materi maupun nonmateri
3.    Teman-teman penulis yang ikut membantu dalam pengumpulan buku-buku sebagai daftar pustaka
4.    Pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang ikut serta dalam pembuatan makalah ini
Sebagai seorang insan yang beriman, kita diwajibkan untuk menuntut ilmu. Walau usia sudah renta bukan  jadi alasan seseorang untuk berhenti mencari dan mengamalkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, makalah ini sebagai hasil upaya keras kami yang telah melakukan pembahasan dan pencermatan berbagai sumber guna mendapatkan pembahasan  tentang system operasional Asuransi. Meskipun tidak menutup kemungkinan masih terdapat kekurangan dan kekeliruan. Terlepas dari kekurangan itu semoga usaha kami ini dapat memberikan manfaat bagi semua khususnya para mahasiswa IAIN Tulungagung dalam proses pembelajaran

Tulungagung, 27 Oktober 2015

Penulis
DAFTAR ISI
COVER........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN                                                                              
1.      Latar Belakang Masalah....................................................................... 1
2.      Rumusan Masalah................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A.    Undang-Undang Perlindungan Konsumen
1.      Pengertian Konsumen..................................................................... 2
2.      Pengertian Perlindungan Konsumen.............................................. 3
3.      Pengertian Pelaku Usaha................................................................ 3
4.      Pengertian Jasa............................................................................... 3
5.      Pengertian Tanggung Jawab Pelaku Usaha.................................... 4
B.     Pelayanan Kurang Maksimal Merupakan Wanprestasi
1.      Moda Transportasi Bus................................................................... 5
2.      Kinerja Transportasi Bus di Indonesia........................................... 7
3.      Keluhan Masyarakat Terkait Moda Transportasi Bus.................... 9
4.      Kompensasi Atas Kerugian Menggunakan Transportasi Bus......... 11
BAB III SIMPULAN..................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 14-15










BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Beberapa hal yang dapat membuat bangsa menjadi makmur salah satunya adalah kelancaran transportasi, baik itu transportasi antar orang maupun transportasi barang. Peran transportasi sangat penting dalam masyarakat karena dapat menghubungkan antar daerah. Pengertian transportasi merupakan suatu sistem yang terdiri dari prasarana/sarana dan sistem pelayanan yang memungkinkan adanya pergerakan barang, dan di mungkinkannya akses kesemua wilayah. Tranportasi merupakan dasar untuk pembangunan ekonomi dan menjadi dasar perkembangan masyarat dan pertumbuhan industri.
Suatu wilayah terutama pada wilayah perkotaan transportasi memegang peranan yang cukup menentukan. Transportasi dapat menentukan penilaian suatu wilayah, karena transportasi dapat menentukan kelancaran perekonomian kota. Disisi lain akibat perkembangan transportasi juga memunculkan banyak kejahtan-kejahatan seperti pelanggaran yang diakukan para pengemudi angkutan umum maupun Po. Angkutan umum.
2.      Rumusan Masalah
A. Undang-Undang Perlindungan Konsumen
1.      Bagaimana Pengertian Konsumen?
2.      Bagaimana Pengertian Perlindungan Konsumen?
3.      Apa yang dimaksud dengan  Pelaku Usaha?
4.      Apa yang dimaksud dengan  Jasa?
5.      Apa yang dimaksud  Tanggung Jawab Pelaku Usaha?
B.     Pelayanan Kurang Maksimal Merupakan Wanprestasi
1.      Uraikan yang dimaksud dengan Moda Transportasi Bus?
2.      Bagaimana Kinerja Moda Transportasi Bus di Indonesia?
3.      Bagaiaman Keluhan Masyarakat terkait Moda Transportasi Bus?
4.      Bagaimana Kompensasi atas kerugian menggunakan transportasi bus?


BAB II
PEMBAHASAN
A. Undang-Undang Perlindungan Konsumen
1.      Pengertian Konsumen
Di Amerika serikat, pengertian konsumen meliputi “korban produk cacat” yang bukan hanya meliputi pembeli, tetapi juga korban yang bukan pembeli tetapi pemakai, bahkan korban yang bukan pemakai memperoleh perlindungan yang sama dengan pemakai.[1]
Istilah lain yang agak dekat dengan konsumen adalah “pembeli” (koper). Istilah ini dapat dijumpai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pengertian konsumen jelas lebih luas daripada pembeli. Pakar masalah konsumen di Belanda, Hondius menyimpulkan, para ahli hokum pada umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai , pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa (uiteindelijke gebruiker van goederen en diensten).[2]
Di Spanyol konsumen diartikan tidak hanya individu (orang), tetapi juga suatu perusahaan yang menjadi pembeli atau pemakai terakhir. Adapun yang menarik disini, konsumen tidak harus terikat dalam hubungan jual beli sehingga dengan sendirinya konsumen tidak identik dengan pembeli.[3]
Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen India dinyatakan, “Konsumen adalah setiap orang (pembeli) atas barang yang disepakati, menyangkut harga dan cara  pembayarannya, tetapi tidak termasuk mereka yang mendapatkan barang untuk dijual kembali atau lain-lain keperluan komersial.[4]
Sedangkan pengertian konsumen menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Pasal 1 Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak  untuk  diperdagangkan.[5]
2.      Pengertian Perlindungan Konsumen
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Undang-undang nomor 1 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang dimaksud dengan perlindungan konsumen adalah adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk  memberi perlindungan kepada konsumen.
Menurut Mochtar Kusumaatmaja hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan/atau jasa konsumen.[6]
3.      Pengertian Pelaku Usaha
Dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 8 Tahun 1999 disebutkan pelaku usaha adalah setiap  orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan  hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum  Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelengarakan  kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.[7]
Dalam penjelasan undang-undang yang termasuk dalam pelaku usaha adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagan, distributor, dan lain-lain. Dalam UUPK  pelaku usaha diwajibkan beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya, sedangkan bagi  konsumen diwajibkan beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau  jasa.
4.      Pengertian Jasa
Pengertian jasa menurut Pasal 1 angka 5 UUPK adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.[8]
Dalam hokum perlindungan konsumen kadang-kadang digunakan istilah produk, yang meliputi barang dan/jasa. Sebagai contoh dalam dunia perbankan dikenal istilah produk perbankan yang tidak lain jasa perbankan.
Adanya kompensasi dan ganti rugi diberlakukan mengingat pelaku usaha diharapkan dapat memenuhi semua prestasi yang sudah mereka tawarkan. Sehingga apabila terjadinya wanprestasi atau hanya sebagian saja prestasi yang akan dipulihkan dengan maksimal, maka konsumen perlu mendapatkan pelayanan kompensasi ganti rugi dengan berdasar kepada asas dan tujuan perlindungan konsumen.[9]
5.      Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan (Pasal 19 ayat (1) UUPK). Memperhatikan substansi pasal 19 ayat (1) dapat diketahui bahwa tanggung jawab pelaku usaha salah satunya adalah tanggung jawab kerugian konsumen.
Secara umum, tuntutan ganti kerugian atas kerugian yang dialami oleh konsumen sebagai akibat penggunaan produk (jasa) yang kurang maksimal, baik yang berupa kerugian materi, fisik maupun jiwa, dapat didasarkan pada beberapa ketentuan yang telah disebutkan, yang secara garis besarnya hanya ada dua kategori salah satunya, yaitu tuntutan ganti kerugian berdasarkan wanprestasi.
Ganti kerugian yang diperoleh karena adanya wanprestasi (inkar janji) merupakan akibat tidak dipenuhinya kewajiban utama atau kewajiban tambahan yang berupa kewajiban atas prestasi utama atau kewajiban jaminan/garansi dalam perjanjian. Betuk-bentuk wanprestasi ini dapat berupa (Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2004: 127-128):[10]
a.       Tidak memenuhi prestasi sama sekali
b.      Terlambat dalam memenuhi prestasi
c.       Berprestasi tidak sebagaimana seharusnya
Hal tersebut diatas tidak terlepas dari tanggung jawab pelaku usaha disaat mereka dipercayakan oleh konsumen dalam pemenuhan pelayanan jasa. Pelaku usaha dilarang untuk tidak menepati yang dipesan dan/atau kesepakatan serta tidak menepati janji (Pasal 16 UUPK). Konsumen memiliki pemikiran bahwa apa yang ditawarkan oleh pelaku usaha semua terpenuhi tanpa adanya kekurangan sekalipun serta dilayani secara benar dan jujur tidak diskriminatif (Pasal 4 huruf g UUPK).
B. Pelayanan Kurang Maksimal Merupakan Wanprestasi
1.      Moda Transportasi Bus
Moda transportasi jalan dapat dikelompokkan atas dua kelompok besar, yaitu moda kendaraan tidak bermotor dan moda kendaraan bermotor. Pada makalah ini kami sebagai penulis akan menyajikan mengenai moda kendaraan bermotor yaitu Bus.[11]
Menurut Salim (2000) transportasi adalah kegiatan pemindahan barang (muatan) dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain. Dalam transportasi ada dua unsur yang terpenting yaitu pemindahan/pergerakan (movement) dan secara fisik mengubah tempat dari barang (comoditi) dan penumpang ke tempat lain.
Pengertian lainnya dikemukakan oleh Soesilo (1999) yang mengemukakan bahwa transportasi merupakan pergerakan tingkah laku orang dalam ruang baik dalam membawa dirinya sendiri maupun membawa barang.[12]
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan yang dimaksud dengan Mobil Bus adalah Kendaraan Bermotor Angkutan orang yang memiliki tempat duduk lebih dari 8 (delapan) orang, termasuk untuk pengemudi atau yang beratnya lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram.[13]
Istilah bus ini berasal dari bahasa Latin, omnibus, yang berarti "(kendaraan yang berhenti) di semua (perhentian)". Ukurannya bermacam-macam. Bus besar untuk beroperasi di jalan-jalan raya yang lebar dan transportasi jarak jauh. Bus kecil beroperasi di kampung atau jalan kecil antar kota kabupaten.
1)      Jenis bus berdasarkan bentuk:
a.    Bus atau dalam bahasa Inggris disebut Coach atau motorcoach biasanya adalah kendaraan yang dirancang untuk bepergian jarak jauh dari bus biasa. Sebagai hasilnya dia dilengkapi dengan kursi yang lebih nyaman, sebuah ruangan untuk tempat bagasi, dan mesin yang lebih besar. Kendaraan ini biasanya lebih tinggi dari bus biasa, dan dilengkapi dengan A.C., toilet, dan sistem audio/video.
b.    Bus sekolah digunakan untuk mengangkut anak-anak sekolah antara rumah mereka ke sekolah apabila tempat tinggal mereka terlalu jauh untuk ditempuh dengan berjalan kaki. Bus sekolah biasanya dioperasikan oleh distrik sekolah atau oleh penyedia jasa bus sekolah yang dikontrak.
c.    Bus tingkat, dirancang dengan dua lantai agar dapat memuat lebih banyak penumpang. Pernah dikenal dan digunakan sebagai bagian dari transportasi publik di Jakarta, Surakarta, Surabaya, Makasar, namun karena umur dan kebijakan pengoperasian, bus tingkat hanya tinggal kenangan. Bus tingkat juga digunakan sebagai angkutan penumpang umum di beberapa kota besar seperti London, Bombay, Hong Kong, Singapura, Dublin, Berlin, Davis, California, dan Victoria, British Columbia.
d.   Bus tempel yang dikenal dalam Bahasa Inggris sebagai articulated bus, tandem bus atau accordion bus adalah bus yang merupakan rangkaian 2 chasis yang tersambung dengan suatu sumbu putar/turn table dan mempunyai 3 as roda, 2 pada chasis di depan dan 1 pada chasis yang di belakang (bisa tandem) dalam satu kesatuan. Bus tempel digunakan pada trayek angkutan angkutan perkotaan yang penumpangnya banyak, karena setiap bus dapat mengangkut sampai 160 orang penumpang
2)      Jenis bus berdasarkan penggunaan:
a.    Bus Kota merupakan bus yang digunakan didalam kota untuk angkutan yang sifatnya untuk pelayanan jarak pendek sehingga biasanya diperlengkapi tempat berdiri sehingga dapat memuat penumpang dalam jumlah yang lebih banyak. Biasanya sebagai patokan jumlah penumpang yang dipakai adalah 6 penumpang per meter persegi luas lantai bus yang digunakan untuk berdiri.
b.    Bus antar kota merupakan bus yang digunakan untuk perjalanan jarak jauh sehingga diperlengkapi dengan kursi untuk setiap penumpang. Bus dapat diperlengkapi dengan berbagai fasilitas diantaranya pendingin udara, toilet, TV dan berbagai fasilitas lainnya.
c.    Bus Pariwisata merupakan bus yang digunakan untuk perjalanan jarak jauh untuk pariwisata dan biasanya sehingga dilengkapi dengan kursi yang nyaman untuk setiap penumpang. Bus dapat diperlengkapi dengan berbagai fasilitas diantaranya pendingin udara, toilet, TV dan berbagai fasilitas lainnya. Perjalanan wisata bisa berlangsung mulai dari hanya beberapa jam sampai dengan beberapa hari untuk tour jarak jauh, bahkan dapat dilakukan antar negara ataupun antar benua.[14]
2.     Kinerja Moda Transportasi Bus di Indonesia
Bus beroperasi dengan kapasitas rendah dibandingkan dengan trem atau kereta, dan dapat beroperasi di jalan-jalan konvensional, dengan bus yang relatif murah, berhenti untuk melayani penumpang. Oleh karena itu bus yang umum digunakan di kota-kota kecil, kota-kota besar, dan di daerah pedesaan juga dilengkapi layanan shuttle untuk menuju kota-kota besar.[15]
Asikin, Zainal (1998) dalam Chrisdianto (2004) menjelaskan bahwa pengaturan bus merupakan usaha untuk menciptakan pergerakan bus yang teratur, cepat, dan tepat serta memberikan manfaat kepada semua pihak. Giannopoulus (1989) dalam Chrisdianto (2004) memberikan beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas operasi antara lain :
1.    Nilai okupansi bis (load factor). Nilai okupansi adalah perbandingan antara jumlah penumpang dengan jumlah kapasitas tempat duduk yang tersedia di dalam bus. Nilai okupansi 125% artinya jumlah penumpang yang berdiri ada 25% dari tempat duduk yang tersedia, nilai okupansi 100% berarti tidak ada penumpang yang berdiri dan semua tempat duduk terisi. Nilai ini diperlukan untuk menentukan aksesbilitas yang diberikan dan memberikan gambaran realibilitas dari transportasi perkotaan. Pada jam- jam sibuk nilai okupansi dapat melebihi batas-batas yang diiinginkan, maka frekuensi pelayanan dan kapasitas bus juga harus meningkat.
2.    Reabilitas. Reabilitas atau keandalan adalah faktor utama kepercayaan masyarakat akan pelayanan angkutan umum. Istilah ini digunakan untuk sutu ketaatan bis- bis pada jadwal yang telah ditentukan sebelumnya. Reabilitas ditunjukkan dengan prosentase bis datang tepat waktu pada suatu tempat henti terhadap tempat henti, terhadap total jumlah kedatangan. Sebuah bis tepat waktu jika bis tersebut tiba dalam interval waktu yang telah dijadwalkan, standar waktu terlambat awal datang antara 0 – 5 menit.
3.    Kenyamanan, keamanan dan keselamatan. Aspek yang harus betul-betul dipertimbangkan adalah kenyamanan yang diterima oleh pengguna, yang diasumsikan dengan pengaturan tempat duduk, kemudahan bergerak dalam bis, diturunkan ditempat henti bis, kenyamanan mengendarai, kemudahan naik turun bis serta konsisi kebersihan bis.
4.    Panjang trayek. Trayek sedapat mungkin melalui lintasan yang terpendek dengan kata lain menghindari lintasan yang dibelok-belokkan, sehingga menimbulkan kesan pada penumpang bahwa mereka membuang- buang waktu. Panjang trayek angkutan kota agar dibatasi tidak terlalu jauh, maksimal antara 2- 2,25 jam perjalanan pulang-pergi.
5.    Lama perjalanan. Lama perjalanan ke dan dari tempat tujuan setiap hari, rata- rata 1- 1,5 jam, dan maksimum 2- 3 jam. Waktu perjalanan penumpang rata- rata pada saat melakukan penyimpangan harus tidak melebihi 25% dari waktu perjalanan kalau tidak melakukan penyimpangan terhadap lintasan pendek.[16]
            Kinerja pelayanan angkutan umum dapat dilihat dari efisiensi dari efektifitas dan efisiensinya suatu pengoprasian angkutann umum. penilaian kriteria biasanya diberikan kepada moda angkutan, sedangkan krieria efisien diberikan kepada penumpang. segi efektifitas dapat dilihat dengan indicator aksesibilitas (kemudahan pengguna untuk mencapai rute kendaraan ), kerapatan (jumlah kendaraan atau panjang rute kendaraan). sedangkan dari segi efisiensi dilihat dari indicator keterjangkauan, kelayakan, utilitas (rata-rata kendaraan-km) tingkat operasi  , loadfactor (factor muat penumpang) dan umur dari kendraan. [17]
3.       Keluhan Masyarakat terkait Moda Transportasi Bus
Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam menentukan kualitas jasa, yaitu :
1.      Bagi konsumen kualitas jasa adalah lebih sulit diukur dibandingkan dengan kualitas barang.
2.      Persepsi terhadap kualitas jasa adalah lebih sulit diukur dibandingkan dengan persepsi terhadap kualitas barang.
3.      Evaluasi terhadap kualitas jasa bukan hanya pada hasil jasa semata, tetapi juga mencakup evaluasi terhadap proses pengirimannya.
Kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia persepsikan dibandingkan dengan harapannya (Kotler,et al.,2004). Kepuasan pelanggan juga didefinisikan respons 5 pelanggan terhadap evaluasi persepsi atas perbedaan antara harapan awal sebelum pembelian (atau standar kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk sebagaimana dipersepsikan setelah memakai atau mengonsumsi produk bersangkutan (Tse dan Wilton, 1988).[18]
Kualitas pelayanan dapat diukur dengan dimensi kualitas pelayanan yang dijadikan pedoman untuk menilai hasil kerja dalam bentuk perilaku konsumen. Semakin tinggi kepuasan yang dirasakan konsumen maka akan menimbulkan kecenderungan perilaku konsumen yang akan menguntungkan perusahaan, sebaliknya semakin rendah kepuasan yang dirasakan konsumen maka akan menimbulkan kecenderungan perilaku konsumen yang akan merugikan perusahaan.[19]
Dalam kaitannya dengan moda transportasi massa, kepuasan pelanggan menjadi hal yang mutlak dipenuhi oleh perusahaan bus, mengingat yang dipertaruhkan oleh konsumen bukan hanya kualitas pelayanan saja, melainkan dengan keselamatan jiwa bagi para penumpangnya. Oleh karenanya, perusahaan-perusahaan tersebut wajib mengedepankan aspek konsumen dalam setiap operasionalnya.
Sanksi hukum bagi operator angkutan yang terbukti melakukan pelanggaran hak konsumen meliputi[20],
1.      Sanksi administratif untuk kategori pelanggaran yang merupakan bentuk penyimpangan izin yang diberikan Dinas Perhubungan. Contohnya: pengoperasian kendaraan yang tidak memenuhi standar teknis dari sisi keamanan dan keselamatan penumpang/tidak laik jalan, pelanggaran ketentuan tentang tarif untuk bus ekonomi. Bentuk sanksi dapat berupa surat peringatan tertulis sampai pencabutan izin operasi.
2.      Sanksi perdata untuk kategori pelanggaran yang berdampak pada timbulnya kerugian materiil di pihak konsumen. Bentuknya berupa tuntutan ganti rugi kepada operator angkutan umum. Dalam kasus ada kecelakaan/tabrakan, selain mendapat santunan dari PT Asuransi Jasa Raharja, konsumen sebagai korban masih berhak secara perdata menuntut kerugian kepada operator angkutan.
3.      Sanksi pidana untuk kategori pelanggaran yang memiliki dimensi pidana, seperti akibat kelalaian operator angkutan yang menyebabkan konsumen cedera atau meninggal dunia. Delik pidana yang dapat menjerat operator angkutan selain delik-delik konvensional sebagaimana diatur dalam KUHP, juga delik-delik khusus di bidang transportasi, yang diatur undang-undang sektoral di bidang transportasi, yaitu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas.
4.      Kompensasi atas kerugian menggunakan transportasi bus
Secara umum mengenai kewajiban dan tanggung jawab Pengemudi, Pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan ini diatur dalam Pasal 234 ayat (1) UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berbunyi:
 “Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/ atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang dan/ atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian Pengemudi.”
Namun, ketentuan tersebut di atas tidak berlaku jika:
1.      Adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau di luar kemampuan Pengemudi;
2.      Disebabkan oleh perilaku korban sendiri atau pihak ketiga; dan/ atau
3.      Disebabkan gerakan orang dan/ atau hewan walaupun telah diambil tindakan pencegahan.
            Pihak yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas wajib mengganti kerugian yang besarannya ditentukan berdasarkan putusan pengadilan. Kewajiban mengganti kerugian ini dapat dilakukan di luar pengadilan jika terjadi kesepakatan damai di antara para pihak yang terlibat (lihat Pasal 236 UU LLAJ).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa bentuk pertanggungjawaban atas kecelakaan lalu lintas yang hanya mengakibatkan kerugian materi tanpa korban jiwa adalah dalam bentuk penggantian kerugian.
Kecelakaan Lalu Lintas dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) digolongkan menjadi 3, yakni (lihat Pasal 229):[21]
1.      Kecelakaan Lalu Lintas ringan, merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan Kendaraan dan/atau barang,
2.      Kecelakaan Lalu Lintas sedang, merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang.
3.      Kecelakaan Lalu Lintas berat, merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.





















BAB III
SIMPULAN
Mengenai pengertian Konsumen, Perlindungan Konsumen, Tanggung Jawab Pelaku Usaha,  Jasa serta Pelaku Usaha dapat ditemukan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Selain itu ada beberapa para ahli yang juga memberikan pengertian mengenai istilah-istilah tersebut, diantaranya; Mochtar Kusumaatmaja, Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo.
Sedangkan pengertian transportasi Menurut Salim (2000) transportasi adalah kegiatan pemindahan barang (muatan) dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain. Salah satu bentuk transportasi untuk umum adalah bus. Bus adalah Kendaraan Bermotor Angkutan orang yang memiliki tempat duduk lebih dari 8 (delapan) orang, termasuk untuk pengemudi atau yang beratnya lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram.
Dalam kaitannya dengan moda transportasi massa, kepuasan pelanggan menjadi hal yang mutlak dipenuhi oleh perusahaan bus, mengingat yang dipertaruhkan oleh konsumen bukan hanya kualitas pelayanan saja, melainkan dengan keselamatan jiwa bagi para penumpangnya. Oleh karenanya, perusahaan-perusahaan tersebut wajib mengedepankan aspek konsumen dalam setiap operasionalnya. Sanksi hukum bagi operator angkutan yang terbukti melakukan pelanggaran hak konsumen meliputi; sanksi administrative untuk kategori pelanggaran yang merupakan bentuk penyimpangan izin yang diberikan Dinas Perhubungan; Sanksi perdata untuk kategori pelanggaran yang berdampak pada timbulnya kerugian materiil di pihak konsumen; dan Sanksi pidana untuk kategori pelanggaran yang memiliki dimensi pidana, seperti akibat kelalaian operator angkutan yang menyebabkan konsumen cedera atau meninggal dunia.
Secara umum mengenai kewajiban dan tanggung jawab Pengemudi, Pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan ini diatur dalam Pasal 234 ayat (1) UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

DAFTAR PUSTAKA

Sumber dari Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah:
Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan

Sumber dari Buku:
I, Nining Soesilo, Ekonomi Perencanaan dan Manajemen Kota. (Jakarta: Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia, 1999)

Kristiyanti , Siwi Tri Celina, Hukum perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008)

Miru Ahmadi dan Yodo Sutarman, Hukum Perlindungan Konsumen, ( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada 2004)

Miru Ahmadi dan Yodo Sutarman, HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007)


Shidarta, HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN INDONESIA, Cet. Ke-II (Jakarta: PT Grasindo, 2006)

Sumber dari Jurnal Ilmiah:

Insan Tajali Nur, Risalah HUKUM Fakultas Hukum Unmul, Desember 2006


Sigit Haryono, Jurnal Administrasi Bisnis (Analisis Kualitas Pelayanan Angkutan Umum (Bus Kota) Di Kota Yogyakarta)

Krishna Varian K, Hera Widyastuti, Ir., M.T.,PhD, JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1 (Evaluasi Kinerja Angkutan Umum (Bis) Patas
dan Ekonomi Jurusan Surabaya – Malang)

Putri Andhansari, dkk, Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Nilai Pelanggan terhadap Kepuasan Pelanggan (Studi Kasus pada Penumpang Bus PO. Haryanto Kudus)

Sumber dari Website:



Hukum  Perlindungan  Konsumen.(http://pdfdatabase.com/index.php?q=hukum+konsumen+indonesia dalam http://nitanurrachmawatiatmasari.blogspot.co.id/ diakses pada 27 Oktober 2015.

















[1] Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007) hal. 7.
[2] Shidarta, HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN INDONESIA, Cet. Ke-II (Jakarta: PT Grasindo, 2006) hal. 2-3.
[3] Ibid,,, hal. 4.
[4] Ibid,,, hal. 4.
[5] Pasal 1 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
[7] Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 41
[8] Pasal 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
[9] Insan Tajali Nur, Risalah HUKUM Fakultas Hukum Unmul, Desember 2006, Hal. 107.
[10] Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, ( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada 2004), hal. 127-128.
[11] https://id.wikibooks.org/wiki/Moda_Transportasi/Moda_Transportasi_Jalan
[12] Soesilo, Nining I., Ekonomi Perencanaan dan Manajemen Kota. Jakarta: Magister
Perencanaan dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia, 1999) hal. 99.
[13] Pasal 1 ayat (11) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan.
[15] https://id.wikipedia.org/wiki/Transportasi_umum
[16] http://e-journal.uajy.ac.id/2585/3/2TS12366.pdf
[17] http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/11767/1/09E01186.pdf
[18] Putri Andhansari, dkk, Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Nilai Pelanggan terhadap Kepuasan Pelanggan (Studi Kasus pada Penumpang Bus PO. Haryanto Kudus), hlm. 4
[19] Ibid.

9 komentar:

  1. bagaimana pendapat anda tentang kriminalitas yang sering terjadi diatas moda transportasi umum semisal bis? karena hal itu sering terjadi tatkala pada jam-jam sibuk tiba? bukankah seharusnya kenyaman dan keamanan jasa transportasi harus ditanggung oleh pelaku usaha? bukan cuma kriminalitas, tetapi juga sering terjadi kasus pelecehan seksual di transportasi umum bus. saya mengambil contoh kopaja. dari tahun ke tahun tidak ada perubahan. apakah memang tidak ada itikat dari pelaku usaha untuk meningkatkan mutu pelayanan? dan bagaimana pula otoritas terkait pula bisa "memaksa" agar pelaku usaha ini (kopaja) benar-benar mau untuk maju?

    BalasHapus
  2. Yang ingin saya tanyakan adalah tentang perhitungan tarif bus ekonomi, misalnya saja bus tujuan tulungagung blitar yang dijadikan sebagai patokan dalam penentuan tarif itu apakah dari perusahaan sendiri ataukah memang sudah ketentuan dari pemerintah? sudahkah terjadi transparansi kepada konsumen bahwasanya besar tarif bus ekonomi dengan masing-masing tujuan berapa? Karena seringkali tarif bus ekonomi yang ada mengejutkan konsumen yang dalam keadaan itu telah berada dalam bus dan tentu saja mau tidak mau harus membayar sesuai tarif yang diminta. Lalu sanksi seperti apa jika hal semacam ini terjadi agar pelaku usaha moda transportasi bus ini bisa jera dan melaksanakan aturan yang semestinya.

    BalasHapus
  3. Dalam sebuah armada transportasi dalam hal ini transportasi bus, seringkali saya mendapati armada bus yang sudah tidak layak pakai, bahkan pintunya pun sudah rusak, sehingga saya merasa sebagai konsumen rasa keselamatan saya sedang diambang-ambang ketika melihat bus yang seperti itu. Pertanyaan saya, apakah dalam sebuah armada transportasi bus tidak ada standard pemakaian? Apakah dalam perundang-undangan dan juga peraturan pemerintah terhadapat peraturan mengenai hal tsb? Karena mengingat kondisi yang tidak layak itu bisa membahayakan keselamatan konsumen.

    BalasHapus
  4. sering kali yang saya alami ketika sebuah keamanan, kenyamanan,dan keselamatan pengguna jasa tidak terpenuhi misalnya pengoperasian transportasi bus yang tidak memenuhi standar teknis, dalam hal ini pengemudi sering kebut-kebutan serta menaikkan penumpang melebihi kapasitas bus sehingga kita sebagai penumpang sangat merasa tidak aman. lalu bagaimana peran pemerintah dalam mengawasi hal-hal tersebut serta kebijakan hukumnya sehingga memberikan efek jera kepada pengemudi? bagaimana dengan kebanyakan masyarakat biasa yang belum faham tentang hukum perlindungan konsumen?

    BalasHapus
  5. Seringkali terjadi ketika bus beroperasi bus mengalami kerusakan di tengah perjalanan dan hal tersebut mengakibatkan kerugian bagi konsumen baik material maupun non material, sebenarnya hal tersebut sudah menjadi kewajiban bagi pelaku usaha untuk memberikan pelayanan yang baik bagi konsumen, dalam hal ini menurut saya pelaku usaha telah lalai terhadap kewajibanya. bagaimanakah kasus tersebut bisa terjadi? apakah sebelum bus beroperasi tidak ada pengecekan fisik bus terlebih dahulu dari perusahaan untuk memastikan bus dalam keadaan siap beroperasi? kemudian disini selaku konsumen apakah bisa menuntut atas kerugian yang dialamai?

    BalasHapus
  6. 1. Yang saya ingin tanyakan mengenai sebuah kasus seseorang yang barang bawaannya tertinggal didalam bus. Yang ia letakkan di bagian atas tempat duduk. Akan tetapi saat turun ia lupa membawa barang bawaannya tersebut. Dan sesampainya dirumah seseorang tersebut ingat bahwa barang bawaannya tersebut tertinggal di dalam bus tersebut. Dan keesokan harinya seseorang tersebut mencari bis yang pernah ditumpanginya. Setelah menemukan bis yang pernah ditumpanginya malah sopir tersebut dan kernek tersebut mengelak dan tidak mau bertanggung jawab atas kasus tersebut. Mereka tidak mau mengganti karena menurut mereka karena kelalaian penumpang tersebut. Apa yang harus dilakukan seseorang tersebut? Dan jika melapor melapor kemana dan siapa yang harus bertanggung jawab atas kasus tersebut?
    2. Yang ingin saya tanyakan lagi mengenai bus harapan jaya itu sudah besar kalau dijalan ngebutnya minta ampun apalagi pas tidak bawa penumpang kayak serasa jalan miliknya sendiri. Kalau nyalip seenaknya sendiri smpai-sampai kendaraan yang berlawanan arah itu harus turun dari jalan raya untuk cari selamat. Itu gimana menurut pendapat anda tentang kasus tersebut tidak hanya penumpang sebagai pengguna jasa tetapi antar pengguna jalan harus juga diperhatikan keselamatan dan kenyamanan antar pengguna jalan.? Dan adakah sanksi terhadap kasus tersebut?.

    BalasHapus
  7. menaikkan dan menurunkan penumpang bus disembarang tempat dan tidak di halte apakah merupakan tindakan melanggar undang" ?
    jika dipandang dr segi lalu lintas, ini membehayakan bagi pengedra di belakangnya, karena sering kali ketika menaikkan atau menurukan penumpang, sopir bus berhenti dgn mendadak

    BalasHapus
  8. Tak dapat disangkal lagi, kondisi transportasi umum kian memperihatinkan. Dimulai dari kondisi fisik kendaraan, hingga kondisi si pengemudi sendiri. Banyak angkutan yang sudah tidak layak pakai namun tetap di operasikan. Untuk supir sendiri, banyak dari mereka yang membawa kendaraan jauh dari normalnya standar-standar dalam mengemudi. Kebut-kebutan, ugal-ugalan, hingga melanggar rambu-rambu lalu lintas merupakan hal yang lumrah bagi mereka. Hal ini tentu saja berimbas pada hilangnya rasa aman dan nyaman para penumpang angkutan umum. Mereka sama saja mempertaruhkan nyawanya setiap menggunakan jasa ini. Para penumpang berhak mendapatkan keamanan dan kenyamanan, bukan hanya sekedar “sampai tujuan”. Telah dijelaskan bahwasanaya setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan hak dan melakukan kewajibannya. Faktanya, walaupun mereka telah membayar pajak kepada pemerintah, mereka tidak mendapatkan hak-nya dalam masalah ini. Lalu apakah salah apabila kita (masyarakat) memberontak tidak membayar pajak apabila tidak mendapatkan hak hak kita?

    BalasHapus
  9. Nilai makalah: 80
    Nilai diskusi: 80

    BalasHapus