MAKALAH
“PERLINDUNGAN
KONSUMEN TERKAIT PELAYANAN JASA TRANSPORTASI BUS”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah :
“Hukum
Perlindungan Konsumen”
Dosen Pengampu
:
Dr. Zulfatun
Nikmah, M.Ag
Oleh :
1.
Amir Fatah 2821133001
2.
Hanni’ Sunnatul Khusna 2821133006
3.
Muhamad Muksin 2821133010
4.
Rina Kusfia Ningrum 2821133015
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH DAN ILMU HUKUM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
TULUNGAGUNG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmad serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis
bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Tak lupa sholawat
serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang
telah menuntun kita dari zaman jahiliyah menuju zaman Islamiyah yang terang
benderang ini.
Ucapan terimakasih tak lupa penulis
sampaikan kepada pihak-pihak yang telah ikut membantu dalam terselesaikannya
makalah ini, antara lain:
1.
Dr. Zulfatun Nikmah M.Ag., selaku
dosen Hukum Perlindungan Konsumen yang telah memberikan penjelasan dan petunjuk
terkait pembuatan makalah ini.
2.
Kedua orang tua penulis yang telah
membantu penulis baik dalam sumbangan secara materi maupun nonmateri
3.
Teman-teman penulis yang ikut
membantu dalam pengumpulan buku-buku sebagai daftar pustaka
4.
Pihak-pihak lain yang tidak bisa
disebutkan satu persatu yang ikut serta dalam pembuatan makalah ini
Sebagai
seorang insan yang beriman, kita diwajibkan untuk menuntut ilmu. Walau usia
sudah renta bukan jadi alasan seseorang
untuk berhenti mencari dan mengamalkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, makalah ini sebagai hasil
upaya keras kami yang telah melakukan pembahasan dan pencermatan berbagai
sumber guna mendapatkan pembahasan
tentang system operasional
Asuransi. Meskipun tidak menutup kemungkinan masih
terdapat kekurangan dan kekeliruan. Terlepas dari kekurangan itu semoga usaha
kami ini dapat memberikan manfaat bagi semua khususnya para mahasiswa IAIN
Tulungagung dalam proses pembelajaran
Tulungagung, 27 Oktober 2015
Penulis
DAFTAR ISI
COVER........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................. iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang Masalah....................................................................... 1
2.
Rumusan Masalah................................................................................. 1
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen
1.
Pengertian Konsumen..................................................................... 2
2.
Pengertian Perlindungan Konsumen.............................................. 3
3.
Pengertian Pelaku Usaha................................................................ 3
4.
Pengertian Jasa............................................................................... 3
5.
Pengertian Tanggung Jawab Pelaku
Usaha.................................... 4
B.
Pelayanan Kurang Maksimal Merupakan
Wanprestasi
1.
Moda Transportasi Bus................................................................... 5
2.
Kinerja Transportasi Bus di
Indonesia........................................... 7
3.
Keluhan Masyarakat Terkait Moda
Transportasi Bus.................... 9
4.
Kompensasi Atas Kerugian
Menggunakan Transportasi Bus......... 11
BAB III
SIMPULAN..................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 14-15
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Beberapa hal yang dapat membuat bangsa menjadi makmur salah
satunya adalah kelancaran transportasi, baik itu transportasi antar orang
maupun transportasi barang. Peran transportasi sangat penting dalam masyarakat
karena dapat menghubungkan antar daerah. Pengertian transportasi merupakan
suatu sistem yang terdiri dari prasarana/sarana dan sistem pelayanan yang
memungkinkan adanya pergerakan barang, dan di mungkinkannya akses kesemua
wilayah. Tranportasi merupakan dasar untuk pembangunan ekonomi dan menjadi dasar
perkembangan masyarat dan pertumbuhan industri.
Suatu wilayah terutama pada wilayah perkotaan transportasi
memegang peranan yang cukup menentukan. Transportasi dapat menentukan penilaian
suatu wilayah, karena transportasi dapat menentukan kelancaran perekonomian
kota. Disisi lain akibat perkembangan transportasi juga memunculkan banyak
kejahtan-kejahatan seperti pelanggaran yang diakukan para pengemudi angkutan
umum maupun Po. Angkutan umum.
2. Rumusan Masalah
A.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen
1.
Bagaimana Pengertian Konsumen?
2.
Bagaimana Pengertian Perlindungan
Konsumen?
3.
Apa yang dimaksud dengan Pelaku Usaha?
4.
Apa yang dimaksud dengan Jasa?
5.
Apa yang dimaksud Tanggung Jawab Pelaku Usaha?
B.
Pelayanan
Kurang Maksimal Merupakan Wanprestasi
1.
Uraikan yang dimaksud dengan Moda
Transportasi Bus?
2.
Bagaimana Kinerja Moda Transportasi Bus di Indonesia?
3.
Bagaiaman
Keluhan Masyarakat terkait Moda Transportasi Bus?
4.
Bagaimana
Kompensasi atas kerugian menggunakan transportasi bus?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Undang-Undang Perlindungan Konsumen
1. Pengertian Konsumen
Di
Amerika serikat, pengertian konsumen meliputi “korban produk cacat” yang bukan
hanya meliputi pembeli, tetapi juga korban yang bukan pembeli tetapi pemakai,
bahkan korban yang bukan pemakai memperoleh perlindungan yang sama dengan
pemakai.[1]
Istilah
lain yang agak dekat dengan konsumen adalah “pembeli” (koper). Istilah
ini dapat dijumpai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pengertian konsumen
jelas lebih luas daripada pembeli. Pakar masalah konsumen di Belanda, Hondius
menyimpulkan, para ahli hokum pada umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai
, pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa (uiteindelijke gebruiker van
goederen en diensten).[2]
Di
Spanyol konsumen diartikan tidak hanya individu (orang), tetapi juga suatu
perusahaan yang menjadi pembeli atau pemakai terakhir. Adapun yang menarik
disini, konsumen tidak harus terikat dalam hubungan jual beli sehingga dengan
sendirinya konsumen tidak identik dengan pembeli.[3]
Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen India
dinyatakan, “Konsumen adalah setiap orang (pembeli) atas barang yang
disepakati, menyangkut harga dan cara
pembayarannya, tetapi tidak termasuk mereka yang mendapatkan barang
untuk dijual kembali atau lain-lain keperluan komersial.[4]
Sedangkan
pengertian konsumen menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Pasal 1 Konsumen adalah
setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik
bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan.[5]
2. Pengertian Perlindungan Konsumen
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Undang-undang nomor 1 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen yang dimaksud dengan perlindungan konsumen
adalah adalah
segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum
untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
Menurut Mochtar Kusumaatmaja hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan
asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen dalam
hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan/atau jasa konsumen.[6]
3. Pengertian Pelaku Usaha
Dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 8 Tahun 1999 disebutkan
pelaku usaha adalah setiap orang
perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan
badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik Indonesia, baik sendiri maupun
bersama-sama melalui perjanjian menyelengarakan
kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.[7]
Dalam
penjelasan undang-undang yang termasuk dalam pelaku usaha adalah perusahaan, korporasi,
BUMN, koperasi, importir, pedagan, distributor, dan lain-lain. Dalam UUPK pelaku
usaha diwajibkan beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya, sedangkan
bagi konsumen
diwajibkan beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
4. Pengertian Jasa
Pengertian
jasa menurut Pasal 1 angka 5 UUPK adalah setiap layanan yang berbentuk
pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh
konsumen.[8]
Dalam
hokum perlindungan konsumen kadang-kadang digunakan istilah produk, yang
meliputi barang dan/jasa. Sebagai contoh dalam dunia perbankan dikenal istilah
produk perbankan yang tidak lain jasa perbankan.
Adanya
kompensasi dan ganti rugi diberlakukan mengingat pelaku usaha diharapkan dapat
memenuhi semua prestasi yang sudah mereka tawarkan. Sehingga apabila terjadinya
wanprestasi atau hanya sebagian saja prestasi yang akan dipulihkan dengan
maksimal, maka konsumen perlu mendapatkan pelayanan kompensasi ganti rugi
dengan berdasar kepada asas dan tujuan perlindungan konsumen.[9]
5. Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Pelaku
usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran,
dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang
dihasilkan atau diperdagangkan (Pasal 19 ayat (1) UUPK). Memperhatikan
substansi pasal 19 ayat (1) dapat diketahui bahwa tanggung jawab pelaku usaha
salah satunya adalah tanggung jawab kerugian konsumen.
Secara
umum, tuntutan ganti kerugian atas kerugian yang dialami oleh konsumen sebagai
akibat penggunaan produk (jasa) yang kurang maksimal, baik yang berupa kerugian
materi, fisik maupun jiwa, dapat didasarkan pada beberapa ketentuan yang telah
disebutkan, yang secara garis besarnya hanya ada dua kategori salah satunya,
yaitu tuntutan ganti kerugian berdasarkan wanprestasi.
Ganti
kerugian yang diperoleh karena adanya wanprestasi (inkar janji) merupakan
akibat tidak dipenuhinya kewajiban utama atau kewajiban tambahan yang berupa
kewajiban atas prestasi utama atau kewajiban jaminan/garansi dalam perjanjian.
Betuk-bentuk wanprestasi ini dapat berupa (Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2004:
127-128):[10]
a. Tidak memenuhi prestasi sama sekali
b. Terlambat dalam memenuhi prestasi
c. Berprestasi tidak sebagaimana seharusnya
Hal
tersebut diatas tidak terlepas dari tanggung jawab pelaku usaha disaat mereka
dipercayakan oleh konsumen dalam pemenuhan pelayanan jasa. Pelaku usaha
dilarang untuk tidak menepati yang dipesan dan/atau kesepakatan serta tidak
menepati janji (Pasal 16 UUPK). Konsumen memiliki pemikiran bahwa apa yang
ditawarkan oleh pelaku usaha semua terpenuhi tanpa adanya kekurangan sekalipun
serta dilayani secara benar dan jujur tidak diskriminatif (Pasal 4 huruf g
UUPK).
B. Pelayanan Kurang Maksimal Merupakan Wanprestasi
1. Moda Transportasi Bus
Moda
transportasi jalan dapat dikelompokkan atas dua kelompok besar, yaitu moda
kendaraan tidak bermotor dan moda kendaraan bermotor. Pada makalah ini kami
sebagai penulis akan menyajikan mengenai moda kendaraan bermotor yaitu Bus.[11]
Menurut Salim
(2000) transportasi adalah kegiatan pemindahan barang (muatan) dan penumpang
dari suatu tempat ke tempat lain. Dalam transportasi ada dua unsur yang
terpenting yaitu pemindahan/pergerakan (movement) dan secara fisik mengubah
tempat dari barang (comoditi) dan penumpang ke tempat lain.
Pengertian
lainnya dikemukakan oleh Soesilo (1999) yang mengemukakan bahwa transportasi
merupakan pergerakan tingkah laku orang dalam ruang baik dalam membawa dirinya
sendiri maupun membawa barang.[12]
Menurut
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan
Jalan yang dimaksud dengan Mobil Bus adalah Kendaraan Bermotor Angkutan orang
yang memiliki tempat duduk lebih dari 8 (delapan) orang, termasuk untuk
pengemudi atau yang beratnya lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram.[13]
Istilah bus
ini berasal dari bahasa Latin, omnibus, yang berarti "(kendaraan
yang berhenti) di semua (perhentian)". Ukurannya bermacam-macam. Bus besar
untuk beroperasi di jalan-jalan raya yang lebar dan transportasi jarak jauh.
Bus kecil beroperasi di kampung atau jalan kecil antar kota kabupaten.
1) Jenis bus
berdasarkan bentuk:
a.
Bus atau dalam
bahasa Inggris disebut Coach atau motorcoach biasanya adalah kendaraan yang
dirancang untuk bepergian jarak jauh dari bus biasa. Sebagai hasilnya dia
dilengkapi dengan kursi yang lebih nyaman, sebuah ruangan untuk tempat bagasi,
dan mesin yang lebih besar. Kendaraan ini biasanya lebih tinggi dari bus biasa,
dan dilengkapi dengan A.C., toilet, dan sistem audio/video.
b.
Bus sekolah digunakan
untuk mengangkut anak-anak sekolah antara rumah mereka ke sekolah apabila
tempat tinggal mereka terlalu jauh untuk ditempuh dengan berjalan kaki. Bus
sekolah biasanya dioperasikan oleh distrik sekolah atau oleh penyedia jasa bus
sekolah yang dikontrak.
c.
Bus tingkat, dirancang
dengan dua lantai agar dapat memuat lebih banyak penumpang. Pernah dikenal dan
digunakan sebagai bagian dari transportasi publik di Jakarta, Surakarta,
Surabaya, Makasar, namun karena umur dan kebijakan pengoperasian, bus tingkat
hanya tinggal kenangan. Bus tingkat juga digunakan sebagai angkutan penumpang
umum di beberapa kota besar seperti London, Bombay, Hong Kong, Singapura,
Dublin, Berlin, Davis, California, dan Victoria, British Columbia.
d.
Bus tempel yang dikenal
dalam Bahasa Inggris sebagai articulated bus, tandem bus atau accordion
bus adalah bus yang merupakan rangkaian 2 chasis yang tersambung dengan
suatu sumbu putar/turn table dan mempunyai 3 as roda, 2 pada chasis
di depan dan 1 pada chasis yang di belakang (bisa tandem) dalam satu kesatuan.
Bus tempel digunakan pada trayek angkutan angkutan perkotaan yang penumpangnya
banyak, karena setiap bus dapat mengangkut sampai 160 orang penumpang
2) Jenis bus berdasarkan penggunaan:
a.
Bus Kota merupakan bus yang digunakan didalam kota untuk angkutan
yang sifatnya untuk pelayanan jarak pendek sehingga biasanya diperlengkapi
tempat berdiri sehingga dapat memuat penumpang dalam jumlah yang lebih banyak.
Biasanya sebagai patokan jumlah penumpang yang dipakai adalah 6 penumpang per
meter persegi luas lantai bus yang digunakan untuk berdiri.
b.
Bus
antar kota merupakan bus
yang digunakan untuk perjalanan jarak jauh sehingga diperlengkapi dengan kursi
untuk setiap penumpang. Bus dapat diperlengkapi dengan berbagai fasilitas
diantaranya pendingin udara, toilet, TV dan berbagai fasilitas lainnya.
c.
Bus Pariwisata merupakan bus yang digunakan untuk perjalanan jarak
jauh untuk pariwisata dan biasanya sehingga dilengkapi dengan kursi yang nyaman
untuk setiap penumpang. Bus dapat diperlengkapi dengan berbagai fasilitas
diantaranya pendingin udara, toilet, TV dan berbagai fasilitas lainnya.
Perjalanan wisata bisa berlangsung mulai dari hanya beberapa jam sampai dengan
beberapa hari untuk tour jarak jauh, bahkan dapat dilakukan antar negara
ataupun antar benua.[14]
2. Kinerja Moda Transportasi Bus di Indonesia
Bus beroperasi dengan kapasitas rendah dibandingkan dengan trem atau
kereta, dan dapat beroperasi di jalan-jalan konvensional, dengan bus yang
relatif murah, berhenti untuk melayani penumpang. Oleh karena itu bus yang umum
digunakan di kota-kota kecil, kota-kota besar, dan di daerah pedesaan juga
dilengkapi layanan shuttle untuk menuju kota-kota
besar.[15]
Asikin, Zainal
(1998) dalam Chrisdianto (2004) menjelaskan bahwa pengaturan bus merupakan
usaha untuk menciptakan pergerakan bus yang teratur, cepat, dan tepat serta
memberikan manfaat kepada semua pihak. Giannopoulus (1989) dalam Chrisdianto
(2004) memberikan beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas operasi antara
lain :
1.
Nilai okupansi bis (load factor).
Nilai okupansi adalah perbandingan antara jumlah penumpang dengan jumlah
kapasitas tempat duduk yang tersedia di dalam bus. Nilai okupansi 125% artinya
jumlah penumpang yang berdiri ada 25% dari tempat duduk yang tersedia, nilai
okupansi 100% berarti tidak ada penumpang yang berdiri dan semua tempat duduk
terisi. Nilai ini diperlukan untuk menentukan aksesbilitas yang diberikan dan
memberikan gambaran realibilitas dari transportasi perkotaan. Pada jam- jam
sibuk nilai okupansi dapat melebihi batas-batas yang diiinginkan, maka
frekuensi pelayanan dan kapasitas bus juga harus meningkat.
2.
Reabilitas. Reabilitas atau
keandalan adalah faktor utama kepercayaan masyarakat akan pelayanan angkutan
umum. Istilah ini digunakan untuk sutu ketaatan bis- bis pada jadwal yang telah
ditentukan sebelumnya. Reabilitas ditunjukkan dengan prosentase bis datang
tepat waktu pada suatu tempat henti terhadap tempat henti, terhadap total
jumlah kedatangan. Sebuah bis tepat waktu jika bis tersebut tiba dalam interval
waktu yang telah dijadwalkan, standar waktu terlambat awal datang antara 0 – 5
menit.
3.
Kenyamanan, keamanan dan
keselamatan. Aspek yang harus betul-betul dipertimbangkan adalah kenyamanan
yang diterima oleh pengguna, yang diasumsikan dengan pengaturan tempat duduk,
kemudahan bergerak dalam bis, diturunkan ditempat henti bis, kenyamanan
mengendarai, kemudahan naik turun bis serta konsisi kebersihan bis.
4.
Panjang trayek. Trayek sedapat
mungkin melalui lintasan yang terpendek dengan kata lain menghindari lintasan
yang dibelok-belokkan, sehingga menimbulkan kesan pada penumpang bahwa mereka
membuang- buang waktu. Panjang trayek angkutan kota agar dibatasi tidak terlalu
jauh, maksimal antara 2- 2,25 jam perjalanan pulang-pergi.
5.
Lama perjalanan. Lama perjalanan ke
dan dari tempat tujuan setiap hari, rata- rata 1- 1,5 jam, dan maksimum 2- 3
jam. Waktu perjalanan penumpang rata- rata pada saat melakukan penyimpangan
harus tidak melebihi 25% dari waktu perjalanan kalau tidak melakukan
penyimpangan terhadap lintasan pendek.[16]
Kinerja pelayanan angkutan umum
dapat dilihat dari efisiensi dari efektifitas dan efisiensinya suatu
pengoprasian angkutann umum. penilaian kriteria biasanya diberikan kepada moda
angkutan, sedangkan krieria efisien diberikan kepada penumpang. segi
efektifitas dapat dilihat dengan indicator aksesibilitas (kemudahan pengguna
untuk mencapai rute kendaraan ), kerapatan (jumlah kendaraan atau panjang rute
kendaraan). sedangkan dari segi efisiensi dilihat dari indicator
keterjangkauan, kelayakan, utilitas (rata-rata kendaraan-km) tingkat
operasi , loadfactor (factor muat
penumpang) dan umur dari kendraan. [17]
3. Keluhan Masyarakat terkait Moda Transportasi
Bus
Ada tiga hal
yang harus diperhatikan dalam menentukan kualitas jasa, yaitu :
1.
Bagi konsumen kualitas jasa adalah
lebih sulit diukur dibandingkan dengan kualitas barang.
2.
Persepsi terhadap kualitas jasa
adalah lebih sulit diukur dibandingkan dengan persepsi terhadap kualitas
barang.
3.
Evaluasi terhadap kualitas jasa
bukan hanya pada hasil jasa semata, tetapi juga mencakup evaluasi terhadap
proses pengirimannya.
Kepuasan
pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau
hasil) yang ia persepsikan dibandingkan dengan harapannya (Kotler,et al.,2004).
Kepuasan pelanggan juga didefinisikan respons 5 pelanggan terhadap evaluasi
persepsi atas perbedaan antara harapan awal sebelum pembelian (atau standar
kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk sebagaimana dipersepsikan setelah
memakai atau mengonsumsi produk bersangkutan (Tse dan Wilton, 1988).[18]
Kualitas
pelayanan dapat diukur dengan dimensi kualitas pelayanan yang dijadikan pedoman
untuk menilai hasil kerja dalam bentuk perilaku konsumen. Semakin tinggi
kepuasan yang dirasakan konsumen maka akan menimbulkan kecenderungan perilaku
konsumen yang akan menguntungkan perusahaan, sebaliknya semakin rendah kepuasan
yang dirasakan konsumen maka akan menimbulkan kecenderungan perilaku konsumen
yang akan merugikan perusahaan.[19]
Dalam
kaitannya dengan moda transportasi massa, kepuasan pelanggan menjadi hal yang
mutlak dipenuhi oleh perusahaan bus, mengingat yang dipertaruhkan oleh konsumen
bukan hanya kualitas pelayanan saja, melainkan dengan keselamatan jiwa bagi
para penumpangnya. Oleh karenanya, perusahaan-perusahaan tersebut wajib
mengedepankan aspek konsumen dalam setiap operasionalnya.
Sanksi hukum
bagi operator angkutan yang terbukti melakukan pelanggaran hak konsumen
meliputi[20],
1.
Sanksi administratif untuk kategori pelanggaran yang merupakan
bentuk penyimpangan izin yang diberikan Dinas Perhubungan. Contohnya:
pengoperasian kendaraan yang tidak memenuhi standar teknis dari sisi keamanan
dan keselamatan penumpang/tidak laik jalan, pelanggaran ketentuan tentang tarif
untuk bus ekonomi. Bentuk sanksi dapat berupa surat peringatan tertulis sampai
pencabutan izin operasi.
2.
Sanksi perdata untuk kategori pelanggaran yang berdampak pada
timbulnya kerugian materiil di pihak konsumen. Bentuknya berupa tuntutan ganti
rugi kepada operator angkutan umum. Dalam kasus ada kecelakaan/tabrakan, selain
mendapat santunan dari PT Asuransi Jasa Raharja, konsumen sebagai korban masih
berhak secara perdata menuntut kerugian kepada operator angkutan.
3.
Sanksi pidana untuk kategori pelanggaran yang memiliki dimensi
pidana, seperti akibat kelalaian operator angkutan yang menyebabkan konsumen
cedera atau meninggal dunia. Delik pidana yang dapat menjerat operator angkutan
selain delik-delik konvensional sebagaimana diatur dalam KUHP, juga delik-delik
khusus di bidang transportasi, yang diatur undang-undang sektoral di bidang
transportasi, yaitu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas.
4.
Kompensasi
atas kerugian menggunakan transportasi bus
Secara umum mengenai kewajiban dan tanggung jawab Pengemudi, Pemilik
Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan ini diatur dalam Pasal 234 ayat (1) UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berbunyi:
“Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/ atau Perusahaan Angkutan
Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang dan/ atau
pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian Pengemudi.”
Namun, ketentuan tersebut di atas tidak berlaku jika:
1. Adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau di luar kemampuan
Pengemudi;
2. Disebabkan oleh perilaku korban sendiri atau pihak ketiga; dan/ atau
3. Disebabkan gerakan orang dan/ atau hewan walaupun telah diambil tindakan
pencegahan.
Pihak yang menyebabkan terjadinya
kecelakaan lalu lintas wajib mengganti kerugian yang besarannya ditentukan
berdasarkan putusan pengadilan. Kewajiban mengganti kerugian ini dapat
dilakukan di luar pengadilan jika terjadi kesepakatan damai di antara para
pihak yang terlibat (lihat Pasal 236 UU
LLAJ).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa bentuk pertanggungjawaban atas
kecelakaan lalu lintas yang hanya mengakibatkan kerugian materi tanpa korban
jiwa adalah dalam bentuk penggantian kerugian.
Kecelakaan Lalu Lintas dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan (UU LLAJ) digolongkan menjadi 3, yakni (lihat Pasal 229):[21]
1.
Kecelakaan Lalu Lintas ringan, merupakan
kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan Kendaraan dan/atau barang,
2.
Kecelakaan Lalu Lintas sedang, merupakan
kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang.
3.
Kecelakaan Lalu Lintas berat, merupakan kecelakaan yang
mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.
BAB
III
SIMPULAN
Mengenai
pengertian Konsumen, Perlindungan Konsumen, Tanggung Jawab Pelaku Usaha, Jasa serta Pelaku Usaha dapat ditemukan dalam
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Selain itu ada
beberapa para ahli yang juga memberikan pengertian mengenai istilah-istilah
tersebut, diantaranya; Mochtar
Kusumaatmaja, Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo.
Sedangkan
pengertian transportasi Menurut Salim (2000) transportasi adalah
kegiatan pemindahan barang (muatan) dan penumpang dari suatu tempat ke tempat
lain. Salah satu bentuk transportasi untuk umum adalah bus. Bus adalah
Kendaraan Bermotor Angkutan orang yang memiliki tempat duduk lebih dari 8
(delapan) orang, termasuk untuk pengemudi atau yang beratnya lebih dari 3.500
(tiga ribu lima ratus) kilogram.
Dalam
kaitannya dengan moda transportasi massa, kepuasan pelanggan menjadi hal yang
mutlak dipenuhi oleh perusahaan bus, mengingat yang dipertaruhkan oleh konsumen
bukan hanya kualitas pelayanan saja, melainkan dengan keselamatan jiwa bagi
para penumpangnya. Oleh karenanya, perusahaan-perusahaan tersebut wajib
mengedepankan aspek konsumen dalam setiap operasionalnya. Sanksi hukum bagi
operator angkutan yang terbukti melakukan pelanggaran hak konsumen meliputi;
sanksi administrative untuk kategori pelanggaran yang merupakan bentuk
penyimpangan izin yang diberikan Dinas Perhubungan; Sanksi perdata untuk
kategori pelanggaran yang berdampak pada timbulnya kerugian materiil di pihak
konsumen; dan Sanksi pidana untuk kategori pelanggaran yang memiliki dimensi
pidana, seperti akibat kelalaian operator angkutan yang menyebabkan konsumen
cedera atau meninggal dunia.
Secara umum mengenai kewajiban dan tanggung jawab Pengemudi, Pemilik
Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan ini diatur dalam Pasal 234 ayat (1) UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber dari Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah:
Undang-undang
No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2014 Tentang
Angkutan Jalan
Sumber dari
Buku:
I, Nining Soesilo, Ekonomi Perencanaan dan
Manajemen Kota. (Jakarta: Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik
Universitas Indonesia, 1999)
Kristiyanti , Siwi Tri Celina, Hukum perlindungan Konsumen, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2008)
Miru Ahmadi dan Yodo Sutarman, Hukum
Perlindungan Konsumen, ( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada 2004)
Miru Ahmadi dan Yodo Sutarman, HUKUM
PERLINDUNGAN KONSUMEN, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007)
Shidarta, HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
INDONESIA, Cet. Ke-II (Jakarta: PT Grasindo, 2006)
Sumber dari Jurnal Ilmiah:
Insan Tajali Nur, Risalah HUKUM
Fakultas Hukum Unmul, Desember 2006
Sigit Haryono, Jurnal Administrasi Bisnis (Analisis Kualitas Pelayanan Angkutan Umum (Bus Kota) Di
Kota Yogyakarta)
Krishna Varian K, Hera Widyastuti,
Ir., M.T.,PhD, JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1 (Evaluasi Kinerja Angkutan
Umum (Bis) Patas
dan Ekonomi Jurusan Surabaya – Malang)
dan Ekonomi Jurusan Surabaya – Malang)
Putri Andhansari, dkk, Pengaruh Kualitas
Pelayanan dan Nilai Pelanggan terhadap Kepuasan Pelanggan (Studi Kasus pada Penumpang
Bus PO. Haryanto Kudus)
Sumber dari Website:
https://komplentrasport.wordpress.com/2008/09/16/perlindungan-konsumen-transportasi-mudik-lebaran/
diakses pada 26 Oktober 2015
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4ee0929d2179f/pertanggungjawaban-hukum-dalam-kecelakaan-yang-mengakibatkan-kerugian-materi
diakses pada 26 Oktober 2015
Hukum Perlindungan Konsumen.(http://pdfdatabase.com/index.php?q=hukum+konsumen+indonesia
dalam http://nitanurrachmawatiatmasari.blogspot.co.id/
diakses pada 27 Oktober 2015.
https://id.wikibooks.org/static/favicon/wikibooks.ico
Diakses pada 26 Oktober 2015
[1] Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, HUKUM
PERLINDUNGAN KONSUMEN, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007) hal. 7.
[2] Shidarta, HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
INDONESIA, Cet. Ke-II (Jakarta: PT Grasindo, 2006) hal. 2-3.
[6]Hukum Perlindungan Konsumen.(http://pdfdatabase.com/index.php?q=hukum+konsumen+indonesia
dalam http://nitanurrachmawatiatmasari.blogspot.co.id/
diakses pada 27 Oktober 2015.
[7]
Celina Tri Siwi
Kristiyanti, Hukum perlindungan Konsumen,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 41
[10] Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum
Perlindungan Konsumen, ( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada 2004), hal.
127-128.
[12] Soesilo, Nining I., Ekonomi Perencanaan
dan Manajemen Kota. Jakarta: Magister
Perencanaan dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia, 1999) hal. 99.
Perencanaan dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia, 1999) hal. 99.
[13] Pasal 1 ayat (11) Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan.
[18] Putri Andhansari, dkk, Pengaruh
Kualitas Pelayanan dan Nilai Pelanggan terhadap Kepuasan Pelanggan (Studi Kasus
pada Penumpang Bus PO. Haryanto Kudus), hlm. 4
[20] https://komplentrasport.wordpress.com/2008/09/16/perlindungan-konsumen-transportasi-mudik-lebaran/ diakses pada 26 Oktober 2015